
Makna Tha'am dalam Islam: Perspektif Al-Qur'an, Hadis, dan Etika Sosial
Konsep tha'am dalam bahasa Arab memiliki makna dasar sebagai makanan atau sesuatu yang dapat dikonsumsi. Secara lebih spesifik, ulama Hijaz menafsirkan tha'am sebagai biji-bijian pokok seperti gandum dan beras. Namun, dalam pemahaman yang lebih luas, tha'am mencakup segala bentuk konsumsi yang berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi manusia. Dalam tradisi keislaman, konsep makanan tidak hanya terkait dengan aspek biologis, tetapi juga memiliki dimensi spiritual, sosial, dan hukum yang luas.
Tha'am dalam Al-Qur'an
Dalam Al-Qur'an, kata tha'am muncul dalam berbagai konteks yang menegaskan pentingnya makanan dalam kehidupan manusia serta sebagai bentuk ibadah sosial dalam Islam. Salah satu ayat yang menggambarkan pentingnya memberi makanan kepada sesama adalah dalam Surat Al-Insan ayat 8:
وَيُطْعِمُوْنَ الطَّعَامَ عَلٰى حُبِّهٖ مِسْكِيْنًا وَّيَتِيْمًا وَّاَسِيْرًا
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan."
Ayat ini menunjukkan bahwa pemberian makanan kepada golongan yang membutuhkan merupakan bentuk konkret dari kepedulian sosial dalam Islam. Para mufasir menjelaskan bahwa penyebutan makanan dalam ayat ini menegaskan bahwa kebutuhan dasar manusia harus dipenuhi untuk menjaga keseimbangan sosial dan kemanusiaan. Islam tidak hanya mengajarkan kepatuhan ritual, tetapi juga menuntut implementasi ajaran dalam kehidupan sosial.
Selanjutnya, dalam Surat Al-Ma'un ayat 3, disebutkan:
وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ
"(Orang yang mendustakan agama) adalah yang tidak mendorong untuk memberi makan orang miskin."
Muhammad Abduh dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini mengandung pesan moral bahwa membenarkan ajaran agama tidak hanya bersifat teoretis, tetapi harus diwujudkan melalui tindakan nyata dalam bentuk kepedulian terhadap sesama. Konsep ini juga diperkuat dalam Surat Al-Fajr ayat 17-18:
كَلَّا بَل لَّا تُكْرِمُونَ ٱلْيَتِيمَ
وَلَا تَحَٰضُّونَ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلْمِسْكِينِ
"Sekali-kali tidak (demikian); sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin."
Ayat ini menegaskan pentingnya penghormatan terhadap anak yatim serta kewajiban berbagi makanan dengan orang miskin. Islam memandang bahwa kesejahteraan sosial harus dibangun melalui distribusi yang adil dan berbasis pada nilai-nilai empati serta solidaritas antarumat manusia.
Tha'am dalam Hadis dan Praktik Sosial
Dalam hadis, konsep tha'am juga memiliki berbagai implikasi hukum dan sosial. Riwayat Bukhari dari Abu Hurairah menyebutkan bahwa salah satu bentuk kaffarah bagi orang yang melanggar puasa Ramadan adalah dengan memberi makan 60 orang miskin. Hadis ini menunjukkan bahwa ith'am (memberi makan) dapat berupa makanan pokok seperti tamar (kurma matang), yang merupakan sumber pangan utama masyarakat Arab pada masa Nabi.
Dalam riwayat lain yang dikutip oleh Al-Jama'ah, dikisahkan bahwa jika seseorang lupa makan saat berpuasa, maka makanan yang dikonsumsinya disebut sebagai ith'am dari Allah, yang berarti makanan tersebut merupakan bagian dari rezeki yang diberikan langsung oleh-Nya. Ini menunjukkan bahwa konsep tha'am tidak hanya berkaitan dengan aktivitas manusia, tetapi juga mencerminkan rahmat dan kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya.
Sementara itu, dalam Surat Al-Ma'idah ayat 5, istilah tha'am ahli kitab merujuk pada makanan hasil sembelihan Ahli Kitab, yang dalam konteks fikih Islam berarti daging yang halal dikonsumsi oleh Muslim. Para ulama menafsirkan ayat ini sebagai salah satu bentuk keluwesan Islam dalam menjalin hubungan sosial dengan komunitas lain selama makanan yang dikonsumsi masih memenuhi standar halal yang ditetapkan syariat.
Selain itu, dalam konteks zakat fitrah, makanan memiliki peran sentral. Hadis Nabi menyebutkan bahwa pembayaran zakat fitrah umumnya dilakukan dengan memberikan makanan pokok dalam bentuk biji-bijian, yang dalam beberapa riwayat disebut dengan istilah thu'matan. Hal ini menunjukkan bahwa konsep tha'am tidak hanya terbatas pada konsumsi, tetapi juga berperan dalam distribusi kesejahteraan sosial dalam Islam. Zakat fitrah menjadi salah satu instrumen utama dalam mewujudkan keseimbangan ekonomi dan memastikan bahwa tidak ada individu yang tertinggal dalam menikmati kebutuhan dasar hidup.
Dimensi Sosial dan Etika Tha'am
Dengan demikian, pengertian tha'am dalam perspektif Islam mencakup berbagai aspek: dari makna linguistik yang merujuk pada makanan, hingga makna teologis dan sosial yang menekankan peran makanan dalam membangun solidaritas umat. Islam menempatkan makanan tidak hanya sebagai kebutuhan biologis, tetapi juga sebagai sarana untuk mengimplementasikan nilai-nilai sosial dan spiritual.
Dimensi etis tha'am terlihat dalam berbagai ajaran Islam yang mendorong pemberian makanan kepada orang miskin, anak yatim, dan kelompok yang membutuhkan. Konsep ini berkaitan erat dengan nilai-nilai ihsan (kebaikan), rahmah (kasih sayang), dan ta'awun (tolong-menolong) dalam Islam. Memberikan makanan kepada orang lain bukan hanya bentuk kepedulian sosial, tetapi juga merupakan manifestasi nyata dari keimanan seseorang.
Selain itu, dalam banyak riwayat, Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya berbagi makanan sebagai bentuk ukhuwah Islamiyah. Di antara hadis yang relevan adalah:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari & Muslim)
Kesimpulan
Dari berbagai paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tha'am dalam Islam memiliki cakupan makna yang luas. Ia tidak hanya sekadar makanan dalam pengertian fisik, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai sosial, etis, dan spiritual. Islam menekankan pentingnya makanan sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan, mempererat solidaritas, serta menjalankan perintah Allah dalam memberikan perhatian kepada mereka yang membutuhkan.
Dengan demikian, memahami konsep tha'am secara mendalam akan memberikan perspektif yang lebih holistik tentang bagaimana Islam mengatur kesejahteraan sosial, etika konsumsi, serta kewajiban umat dalam berbagi rezeki kepada sesama manusia.
0 Komentar